aku ingat ketika masih menjadi maba alias mahasiswa baru yang baru menapaki Jogja.
bersama beberapa sahabat pergi ke Ganjuran, Gereja sekaligus tempat berdoa yang menempuh perjalanan cukup jauh dari Jogja.
itulah pertama kalinya aku merasakan misa full bahasa Jawa dari awal sampai akhir.
menarik, meskipun sama sekali tidak mengerti.
hal lain yang tidak kalah menarik perhatianku adalah hampir semua umat yang datang saat misa itu adalah orang tua, nenek kakek dan nyaris hanya kami yang masih berambut hitam.
aku memperhatikan mereka satu per satu,
rambut putih, tua, dan duduk dengan tenang. tiap keriput dikulitnya seolah bercerita padaku tentang betapa banyaknya kisah yang telah dilewati puluhan tahun. mereka semua hampir sama, dengan penampilan yang sama dan hanya dibedakan dengan balutan pakaian yang mereka kenakan..
sejenak aku memperhatikan teman-temanku, cantik, tampan, rambut yang panjang dan hitam, gagah dan berkulit bersih, tapi apakah semua itu akan bertahan beberapa puluh tahun lagi?
pasti sebagian dari mereka yang kulihat adalah wanita yang cantik dulunya atau pria yang tampan dan gagah.
indah sekali melihat sepasang manusia tua di dalam gereja tua,
dalam diam mereka menampakkan lebih dari sekedar kesetiaan.
yaah tiada yang abadi..
ketika orang-orang menilai bahwa sesuatu yang tidak abadi itu adalah hal yang istimewa, itu wajar, karena dunia pun memandang demikian,
tetapi waktu tidak pernah berbohong,,
seandainya nanti, ketika rambutku memutih, ketika langkahku manjadi pelan,
sebelum semua itu, semoga aku bisa melihat sesuatu yang lebih dari sekedar hal yang semu, yaitu seseorang yang mau menemaniku ke gereja sampai rambut memutih..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar